Media Peserta / Jurnalis Komik
Cara Asik Penyampaian Berita Ala Jurnalis Komik
Berangkat dari kejenuhan membaca berita- berita media yang ada saat ini, Muhammad Hasbi merintis media alternatif Jurnalis Komik. Sesuai namanya Jurnalis Komik, bukanlah media yang laporannya disusun dengan narasi dan teks. Media ini tak sepenuhnya mengandalkan cerita atau narasi dengan teks, tetapi informasi disampaikan dengan gambar dan komik.
“Saat itu awal berkembang media online, berita yang disajikan sepotong -sepotong mengandalkan Clickbait, cerita atau informasi yang disampai juga tak tuntas. Ia menilai berita yang ada membosankan dan tidak menarik.
Dari kejenuhan itu saya berfikir membuat media ala komik, yang juga bisa dibaca secara tuntas” tutur Hasbi soal awalnya membuat Jurnalis Komik.
Eksperimen awalnya, saat dia melakukan tugas liputan kejadian penggusuran di Jakarta, saat ia masih sebagai pers Mahasiswa. Ia iseng iseng membuat materi berita itu dalam bentuk komik. Ketika di share ke teman temannya responnya positif, sejak itu ia mulai mengembangkan penyampaian berita dengan komik.
Setelah kelar dari pers mahasiswa ia mulai merintis pembentukan Jurnalis Komik. Awalnya proyek itu digarapnya seorang diri, dan masih dalam bentuk zin bukan media online. Karyanya dipublikasikan dalam bentuk lembaran fotokopi dan disebarluaskan ke teman-teman dan komunitas pencinta Komik. Sampai ia merasa mantap dikembangkan ke media online.
Konsep pembentukan media Jurnalis Komik itu karena ingin memberikan bacaan alternatif dari media yang ada. Jurnalis Komik menurut Hasbi memang terinspirasi dari komik Yusako, yang menyampaikan berita tentang perang Palestina yang dikemas dengan komik. Namun ternyata respon teman teman cukup baik. Apalagi media komik memiliki sejumlah keunggulan selain tidak membosankan, enak dibaca juga memiliki kekuatan terutama di ‘balon katanya, sebab di sana bisa digunakan untuk menyampaikan human interest. “ Apalagi saat itu sedang ramai-ramainya soal infografik Tirto .id” tambahnya.
Komik juga dianggap sebagai medium yang tepat, dan komik dianggap bisa menjangkau semua umur. Komik juga bisa dipakai untuk menyampaikan permasalahan yang njelimet dan memusingkan dengan sederhana. Jadi komik bisa membuat pembacanya bisa paham dengan lebih baik dan singkat.
Menurutnya memang ada stigma di masyarakat terutama di Indonesia yang masih menganggap remeh komik, karena dianggap bacaan anak-anak. “Kita ingin buktikan, bisa loh komik dijadikan sarana untuk menyampaikan persoalan -persoalan berat dan rumit dan bisa dibaca siapapun bukan hanya anak-anak,” tuturnya mantap.
Dalam sajian medianya itu, Hasbi mengambil jenis komik fiksi dan komik jurnalisme. Untuk program Independent Media Accelerator, Hasbi mengusulkan mengangkat tema tentang sampah di lautan. Alasannya tema tersebut telah lama dipersiapkan pihaknya. Ia juga telah menghitung langkah langkah apa yang akan dilakukan dengan usul tersebut. Termasuk dengan program kampanye dan lain lain. Alasan lainnya, selama ini isu tentang sampah di lautan tidak menjadi perhatian media umum. Disisi lain perhatian publik Indonesia yang notabene tinggal di daratan, isu kemaritiman belum juga familiar. “Untuk itu kita ingin menggugah perhatian masyarakat tentang isu ini” tuturnya.
Bentuk kegiatan yang dilakukan Jurnalis Komik dalam program, selain menerbitkan berita utama tentang sampah laut dalam beberapa seri ia juga melengkapi kegiatan lainnya dengan kampanye dan engagement ke publik dengan menggelar pameran di sejumlah kafe di sekitar Bandung. Selain itu mereka juga memproduksi sejumlah souvenir, seperti kaos . stiker dan poster yang digunakan untuk mencari dana. Antusias masyarakat atas pameran itu cukubaik, daro 5 kafe yang digunakan pameran sebagian mendapatkan kunjungan membludak, berbagai kalangan hadir untuk melihat pameran yang menyatu dengan ruangan kafe. Bahkan beberapa kafe ingin memperpanjang pameran itu di tempatnya. Karena dengan adanya pameran, kunjungan pelanggan ke cafe nya meningkat.
Sementara dari dampak dari mengikuti program Hasbi, merasa mendapat berbagai manfaat selain menambah jejaring, pengetahuannya tentang media semakin luas. Apalagi di IMA mereka diberikan pengetahuan tentang kualitas jurnalisme, pengetahuan tentang bagai transformasi media dan pengetahuan tentang model bisnis media.
Terpenting lagi dengan program ini, pihaknya bisa memiliki portofolio dan pengalaman mengorganisasi kerja media. “ Yang menjadi modal penting bagi kami” ujarnya.
Foto: Pameran Jurnalis Komik di salah satu cafe di Bandung