Media Peserta / Lekasura
Sekolah Pulau, Cara Lekasura Menemukan Jejak Budaya Tomia
Berawal dari persahabatan 3 pemuda asal Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara yang kerap kumpul-kumpul bareng , tercetus ide untuk membuat media online pada 2020. Media yang terbentuk berupa media arsip dan media alternatif, media yang tidak ingin mengikuti trend pada umumnya. Media yang kemudian dinamakan Lekasura itu bertumpu pada jurnalisme warga.
Motivasi pembentukan media ini ingin menghadirkan informasi lain soal Wakatobi, tidak hanya wakatobi yang dikenal orang sebagai tempat wisata pantai yang indah dan termasuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Mereka juga ingin menyuguhkan informasi tentang orang Wakatobi, tentang tradisi masyarakat pulau. “itulah alasan kami mendirikan media alternatif Lekasura,” ujar Febriansyah Pemimpin Redaksi media itu.
Tujuan pembentukan media itu, mereka ingin agar suara dan isu masyarakat pulau bisa tampil ke permukaan. Melalui upaya pendokumentasian dan pengarsipan budaya dan tradisi orang pulau. Nama Lekasura sendiri berasal dari tradisi warga setempat , Leka yang berarti membuka dan sura yang berarti surat. Tradisi Lekasura sudah berkembang menjadi kebiasaan perempuan pulau itu untuk mencari informasi keberadaan suaminya ketika sedang berlayar.
Lakasura didirikan sekelompok pemuda yang memiliki idealisme untuk menyampaikan suara masyarakat pulau Tomia, sebuah pulau terpisah di wilayah Kabupaten Wakatobi . Pengisian konten berita juga belum stabil, seminggu hanya diisi 2 artikel dan kadang kerap mengalami kendala. Karena hanya mengandalkan dedikasi para pengelolanya. Demikian juga perihal pemasukan, sejauh ini Lekasura, belum memiliki pendapatan tetap baik dari iklan maupun sumber lain. Mereka masih mengandalkan swadaya pengelolanya dan kegiatan dilakukan melalui kerja kerja swadaya
Pada suatu waktu mereka mendengar info tentang Program IMA dari anggota AJI Surabaya. Mereka pun bergegas untuk mengikutinya. Alasannya mereka ingin memperluas jaringan dalam pengelolaan media. Selain ingin belajar lebih jauh tentang pembentukan media-media komunitas atau media alternatif yang senasib seperjuangan.
Tanpa disangka proposal mereka tentang sekolah pulau terpilih sebagai satu dari 20 media yang diundang mengikuti pelatihan IMA, tentang kualitas jurnalisme, transformasi digital dan model bisnis. Baik secara online maupun offline. Dalam seleksi penentuan media yang memperoleh fellowship, proposal Sekolah Pulau juga terpilih oleh juri sebagai salah satu penerima fellowship.
Setelah mengikuti program IMA, Ebi merasa tercerahkan. Ia menjadi mengetahui banyak hal, terutama cara bertahan di tengah disrupsi teknologi. ‘Kami juga belajar perihal perkembangan media terutama media sosial yang juga harus dikuasai dalam mengelola media,” katanya. Lebih lagi wawasan tentang model bisnis yang bisa dikembangkan dalam pengelolaan media digital dan media alternatif.
Dalam program fellowship IMA ini Lekasura mengusulkan sekolah pulau untuk masyarakat Tomia. Sekolah pulau menjadi semacam gerakan menggugah masyarakat terutama pemudanya untuk mencintai budaya dan tradisi dengan mengembangkan literasi, dokumentasi dan pencatatan tradisi maritim mereka. Sekolah pulau mengajak warga mengenali tradisi dan budaya mereka, yang berangsur terkikis oleh zaman. Sekolah Pulau juga mengajak para pemuda untuk terlibat dalam jurnalis warga untuk menulis, mendokumentasikan menyampaikan aspirasi lewat media.
Beberapa kegiatan yang dikembangkan di sekolah pulau antara lain menuliskan tradisi masyarakat pulau yang turun menurun, mendokumentasikan budaya setempat yang mulai hilang dan tinggalkan, baik berupa adat istiadat, kebiasaan, kuliner dan obat obat tradisional.
Beberapa tradisi dan budaya yang berhasil dicatat dan direkam oleh sekolah pulau antara lain, seni rambi/gendang, pande pangko, pande homoru ( tenun), kisah petani tembakau dan eksplorasi tari Sajo. Selain mengikuti pelatihan jurnalistik. Sekolah pulau juga menggelar pameran dan presentasi (Galampa) atas karya karya peserta sekolah pulau.
Kegiatan Sekolah Pulau ini menurut Ebi, ternyata disambut antusias oleh warga Tomia. Beberapa peserta yang mengikuti Sekolah Pulau ini menyatakan tercerahkan dengan kegiatan itu, mereka tertarik untuk mengulik dan mendokumentasikan tradisi mereka,
hanya saja selama ini tidak ada wadahnya , dan sekolah pulau menjadi medium yang tepat.
Lekasura melihat Sekolah Pulau menjadi wadah yang penting untuk mendokumentasikan dan pengarsipan tradisi orang pulau. Selain itu dampak dari kegiatan itu banyak anak muda yang mulai menulis berbagai informasi terkait Tomia di website Lekasura, yang membuat Lekasura banyak menerima sumbangan konten. “Program IMA pula kami mendapat tambahan peralatan untuk mendukung proses produksi kami,”tutur Ebi. Program ini juga membuat kami belajar terkait engagement media sosial, terutama Instagram dan Youtube.
Selain antusiasme warga untuk menulis di Lekasura, dampak lain dari kegiatan Sekolah Pulau itu, kini pihak pemda setempat mulai mendekati kami dan mengizinkan kami terlibat dalam program di Dinas Pariwisata. Demikian juga dengan beberapa sekolah SMA di Tomia juga ingin dilibatkan dalam kegiatan tersebut .
foto: Kegiatan Sekolah Pulau