lekasura.png

<h3>Sekolah Pulau, Cara Lekasura Menemukan Jejak Budaya Tomia</h3>Berawal dari persahabatan 3 pemuda asal Tomia,&nbsp; Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara yang kerap kumpul-kumpul bareng , tercetus ide untuk membuat media online pada 2020. Media yang&nbsp; terbentuk berupa media arsip dan&nbsp; media alternatif, media yang tidak ingin mengikuti trend pada umumnya.&nbsp; Media yang kemudian dinamakan Lekasura itu bertumpu&nbsp; pada jurnalisme warga.&nbsp;Motivasi pembentukan media ini ingin menghadirkan&nbsp; informasi lain soal Wakatobi, tidak hanya wakatobi yang dikenal orang sebagai tempat wisata pantai yang indah dan termasuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Mereka juga ingin menyuguhkan informasi tentang orang Wakatobi, tentang tradisi masyarakat pulau. “itulah alasan kami mendirikan media alternatif Lekasura,” ujar Febriansyah Pemimpin Redaksi media itu.Tujuan pembentukan media itu, mereka ingin agar suara dan&nbsp; isu masyarakat pulau bisa tampil ke permukaan. Melalui upaya&nbsp; pendokumentasian dan pengarsipan budaya dan tradisi orang pulau. Nama Lekasura sendiri berasal dari tradisi warga setempat , Leka yang berarti membuka dan sura yang berarti surat.&nbsp; Tradisi Lekasura sudah berkembang menjadi kebiasaan perempuan pulau itu untuk mencari informasi keberadaan suaminya ketika sedang berlayar.Lakasura didirikan sekelompok pemuda yang memiliki idealisme untuk menyampaikan&nbsp; suara masyarakat pulau Tomia,&nbsp; sebuah pulau terpisah di wilayah Kabupaten Wakatobi . Pengisian konten berita juga belum stabil,&nbsp; seminggu hanya&nbsp; diisi 2 artikel dan kadang kerap mengalami kendala. Karena hanya mengandalkan dedikasi para pengelolanya. &nbsp; Demikian juga perihal pemasukan, sejauh ini Lekasura, belum memiliki pendapatan tetap baik dari iklan maupun sumber lain. Mereka masih mengandalkan swadaya pengelolanya dan kegiatan dilakukan melalui kerja kerja swadayaPada suatu waktu&nbsp; mereka mendengar info tentang Program IMA dari anggota AJI Surabaya. Mereka pun bergegas untuk mengikutinya. Alasannya&nbsp; mereka ingin memperluas jaringan dalam pengelolaan media. Selain ingin belajar lebih jauh tentang pembentukan media-media komunitas atau media alternatif yang senasib seperjuangan.Tanpa disangka proposal mereka tentang sekolah pulau terpilih sebagai satu dari&nbsp; 20 media&nbsp; yang diundang&nbsp; mengikuti&nbsp; pelatihan IMA, tentang kualitas jurnalisme, transformasi digital dan model bisnis.&nbsp; Baik secara online maupun offline. Dalam seleksi penentuan media yang&nbsp; memperoleh fellowship, proposal Sekolah Pulau&nbsp; juga terpilih oleh juri sebagai&nbsp; salah satu penerima fellowship.Setelah mengikuti program IMA, Ebi merasa tercerahkan. Ia menjadi mengetahui&nbsp; banyak hal, terutama cara bertahan di tengah&nbsp; disrupsi teknologi. ‘Kami juga belajar perihal perkembangan media&nbsp; terutama&nbsp; media sosial yang juga harus dikuasai dalam mengelola media,” katanya. Lebih lagi wawasan tentang model bisnis yang bisa dikembangkan dalam pengelolaan media digital dan media alternatif.Dalam program fellowship IMA ini Lekasura mengusulkan sekolah pulau untuk masyarakat&nbsp; Tomia. Sekolah pulau menjadi semacam gerakan menggugah masyarakat&nbsp; terutama pemudanya untuk mencintai&nbsp; budaya dan tradisi dengan mengembangkan&nbsp; literasi, dokumentasi dan pencatatan tradisi maritim mereka. Sekolah pulau mengajak warga mengenali tradisi dan budaya mereka, yang berangsur terkikis oleh zaman. Sekolah Pulau juga mengajak&nbsp; para&nbsp; pemuda untuk terlibat dalam&nbsp; jurnalis warga untuk menulis, mendokumentasikan&nbsp; menyampaikan aspirasi lewat media.Beberapa kegiatan yang dikembangkan di sekolah pulau antara lain menuliskan tradisi&nbsp; masyarakat pulau yang turun menurun, mendokumentasikan budaya setempat yang mulai hilang dan tinggalkan, baik berupa adat istiadat, kebiasaan, kuliner dan obat obat tradisional.<center><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/lekasura1_4a6af92e9c.png" alt="lekasura1.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_lekasura1_4a6af92e9c.png 245w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_lekasura1_4a6af92e9c.png 500w" sizes="100vw" width="500"></center>Beberapa&nbsp; tradisi dan budaya yang berhasil dicatat dan direkam oleh sekolah pulau antara lain, seni rambi/gendang, pande pangko, pande homoru ( tenun), kisah petani tembakau&nbsp; dan eksplorasi tari Sajo. Selain mengikuti pelatihan jurnalistik. Sekolah pulau juga menggelar pameran dan presentasi (Galampa) atas karya karya peserta sekolah pulau.Kegiatan Sekolah Pulau ini menurut Ebi, ternyata&nbsp; disambut antusias oleh warga Tomia. Beberapa peserta yang mengikuti Sekolah Pulau ini menyatakan tercerahkan dengan kegiatan itu, mereka tertarik untuk mengulik dan mendokumentasikan tradisi mereka,&nbsp;<center><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/lekasura2_1295860db1.png" alt="lekasura2.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_lekasura2_1295860db1.png 237w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_lekasura2_1295860db1.png 500w" sizes="100vw" width="500"></center>hanya saja selama ini tidak ada wadahnya , dan sekolah pulau menjadi medium yang tepat.Lekasura melihat Sekolah Pulau menjadi wadah yang penting untuk mendokumentasikan dan pengarsipan tradisi orang pulau. Selain itu dampak dari kegiatan itu banyak anak muda yang mulai menulis berbagai informasi&nbsp; terkait Tomia di website&nbsp;Lekasura,&nbsp;yang membuat Lekasura banyak menerima sumbangan konten.&nbsp; “Program IMA pula kami mendapat tambahan peralatan untuk mendukung proses produksi kami,”tutur Ebi. Program ini&nbsp; juga membuat&nbsp; kami&nbsp; belajar terkait&nbsp; engagement media sosial, terutama Instagram dan Youtube.Selain antusiasme warga untuk menulis di Lekasura, dampak lain dari kegiatan Sekolah Pulau itu,&nbsp; kini pihak pemda setempat mulai mendekati&nbsp; kami dan mengizinkan kami terlibat dalam program di Dinas Pariwisata. Demikian juga dengan&nbsp; beberapa sekolah SMA di Tomia&nbsp; juga ingin dilibatkan dalam kegiatan tersebut .&nbsp;<figure class="image"><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/lekasura3_f2ff4d7cd7.png" alt="lekasura3.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_lekasura3_f2ff4d7cd7.png 245w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_lekasura3_f2ff4d7cd7.png 500w" sizes="100vw" width="500"></figure>foto: Kegiatan Sekolah Pulau&nbsp;

Lekasura, media alternatif yang didirikan oleh tiga pemuda asal Tomia, Wakatobi, berfokus pada jurnalisme warga untuk memberikan informasi selain wisata pantai dan memperkuat suara dan isu masyarakat pulau.

Lekasura

bandungBergerak.png

<h3 style="text-align:justify;">Podcast Suara Pinggiran Jadi Tumpuan Pengembangan Bandung Bergerak</h3>Jenuh bekerja sebagai reporter di&nbsp; media cetak, yang dinilai nya terlalu eksploitatif dan berita&nbsp; kerap ditulis dengan bombastis.&nbsp; Tri Joko mencoba merintis media digital Independen pada 2021, bernama Bandung Bergerak.id.&nbsp; Rintisan media baru ini diharapkan menjadi media lokal mendalam&nbsp; yang menyuarakan isu minoritas dan masyarakat marjinal. “ Media yang murni mengedepankan prinsip jurnalis dan&nbsp; tidak dibumbui berita bombastis” ujar mantan Jurnalis Pikiran Rakyat ini.Awalnya ia melangkah dengan tertatih dan hanya&nbsp; dari dukungan modal&nbsp; filantropi yang bersedia membiayai operasional media selama setahun. Dari&nbsp; dana itu mereka dapat merekrut&nbsp; 3 orang redaksi termasuk Tri. Pada tahun pertama itu Bandung Bergerak berfokus untuk membangun branding. Sehingga kebutuhan-kebutuhan&nbsp; lain masih dikesampingkan.Dari kekuatan yang ada Bandung Bergerak hanya mampu mengisi berita&nbsp; dengan 2-3 artikel untuk setiap minggunya,&nbsp; sambil secara pelan membangun medsos untuk promosi. Bandung Bergerak sengaja&nbsp; tidak ingin mengisi halamannya dengan tayangan iklan adsense. Selain tak ingin mengotori halaman yang sengaja tampil dengan corak hitam putih, mereka sadar secara jumlah artikel mereka masih sangat terbatas sehingga belum cukup dimonetisasi.Sementara untuk mempertahankan kelangsungan hidup, mereka mengandalkan layanan jasa&nbsp; seperti memberikan pelatihan, membuat buku, membuat dokumentasi video. Hingga mengelola event dan proyek riset. Sambil mencari funding dan ikut fellowship. Untuk melaksanakan proyek-proyek ini Bandung Bergerak memanfaatkan redaksi yang ada, jika memerlukan tambahan tenaga mereka akan merekrut&nbsp; orang lain&nbsp; atau mengerahkan jaringan Kawan Bergerak yang dibentuknya.Selain mencari proyek lain mereka juga banyak mengikuti&nbsp; program fellowship, seperti halnya kegiatan fellowship Independent Media Accelerator (IMA) yang diselenggarakan Tempo Institute. Mereka mengaku tertarik mengikuti program ini, karena program tersebut sangat dibutuhkan media seperti Bandung Bergerak. Dimana IMA mengakselerasi media media digital yang baru berkembang,&nbsp; sekaligus mendorong media itu untuk bisa sustainable.Pilihan Bandung Bergerak mengusulkan podcast dalam&nbsp; program ini,&nbsp; mereka ingin mengembangkan dan memperluas cakupan&nbsp; medi. Jika sebelumnya Bandung Bergerak berkutat di bidang tulisan dan foto mereka ingin mengembangkan dari sisi unsur visual,&nbsp; seperti video&nbsp; dan talkshow. “Apalagi era sekarang penampilan&nbsp; visual sebuah media sangat digemari, terutama untuk pembaca muda,” ujarnya . Untuk itu mereka bertekad menguasainya.Fellowship IMA&nbsp; selain mengakselerasi media digital untuk meningkatkan kualita jurnalistiknya, juga mendorong media untuk bertransformasi&nbsp; ke digital dan mengembangkan model bisnisnya untuk dapat sustainable dan berkembang&nbsp;Podcast yang dibuatnya didedikasikan bagi&nbsp; Komunitas dan masyarakat pinggiran. Menurut Tri selama ini, terutama di Bandung&nbsp; media belum ada yang menyuarakan suara pinggiran.&nbsp; Untuk&nbsp; itu mereka ingin mengambil ceruk ini. Selain basis pembaca mereka memang masyarakat pinggiran, komunitas dan mahasiswa.<center><figure class="image"><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/bdg_img_ea48e0a900.png" alt="bdg-img.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_bdg_img_ea48e0a900.png 234w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_bdg_img_ea48e0a900.png 500w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/medium_bdg_img_ea48e0a900.png 750w" sizes="100vw" width="750"></figure></center>Liputan liputan podcast mereka bicara tentang nasib warga Cijagra yang bertahun -tahun menjadi korban banjir, juga Cerita warga permukiman padat di Kampung Braga, Kota Bandung , Cerita tentang nasib buruh perempuan di desa Cijambe, kota Bandung atau cerita tentang Warga Dago yang menjadi korban penggusuran.&nbsp;Dengan dukungan program IMA,&nbsp; Bandung Bergerak kini memiliki perangkat&nbsp; dan sarana visual untuk memproduksi&nbsp; podcast,&nbsp; yang produknya di tayangkan di kanal Youtube. Hasil video podcast belum bisa&nbsp; ditayangkan di&nbsp; website mereka mengingat kapasitas websitenya “ Jadi kami hanya memasang link tautan video nya di website,” ujarnyaMelalui&nbsp; program ini, Tri mengaku mendapat sejumlah manfaat, selain meningkatkan kapasitas media, dengan memiliki kanal tambahan berupa video. Mereka juga memiliki alternatif tempat belajar bagi redaksi dan komunitasnya. Jika sebelumnya mereka hanya belajar soal&nbsp; teks, dan fotografi dengan penegembangan ini akan bertambah kemampuan belajar mereka ke video. Ini sangat diperlukan bagi komunitas yang memang menjadikan Bandung Bergerak sebagai sarana pembelajaran bersama.Dengan bertambahnya konten, mereka berharap semakin meningkatnya kesempatan monetisasi media mereka. Mereka juga berharap dengan podcast Suara Pinggiran bisa menjadi alternatif pilihan bagi komunitas-komunitas di Bandung untuk menyuarakan ide dan gagasan mereka.<figure class="table" style="width:100%;"><table class="ck-table-resized" border="0"><colgroup><col style="width:51.14%;"><col style="width:48.86%;"></colgroup><tbody><tr><td><figure class="image image_resized" style="width:59.73%;"><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/bandung_Bergerak2_9106f2db27.png" alt="bandungBergerak2.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_bandung_Bergerak2_9106f2db27.png 208w" sizes="100vw" width="208"></figure></td><td><figure class="image image_resized" style="width:65.08%;"><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/bandung_Bergerak3_02aee4696f.png" alt="bandungBergerak3.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_bandung_Bergerak3_02aee4696f.png 208w" sizes="100vw" width="208"></figure></td></tr></tbody></table></figure>Foto: Kegiatan Podcast BB

Tri Joko, mantan jurnalis Pikiran Rakyat, memulai media digital independen Bandung Bergerak.id pada 2021. Tujuannya menjadi media lokal yang memberikan suara minoritas dan masyarakat marjinal.

Bandung Bergerak

baleBengong.png

<h3>Balebengong Kembangkan Melali Sebagai Model Bisnis</h3>Berangkat dari cetusan ide saat menggelar pelatihan jurnalisme warga ke desa-desa di Bali,&nbsp; Balebengong.id terinspirasi mengusulkan model bisnis media dengan program Melali ke Desa. Melali adalah kegiatan tourism ke desa-desa&nbsp; yang dipadukan dengan kegiatan pendokumentasian obyek wisata dan budaya oleh jurnalisme warga. Balebengong&nbsp; membuka kesempatan kepada masyarakat&nbsp; atau turis mengikuti perjalanan ke desa desa yang belum dikenal untuk menyaksikan obyek wisata baru dan tradisi yang unik.&nbsp;Pengelolaan perjalanan itu melibatkan warga desa yang sebelumnya mengikuti kelas jurnalisme warga binaan Balebengong. Kegiatan tersebut juga disertai keharusan bagi jurnalisme warga membuat liputan berupa story perjalan, video tentang foto obyek wisata atau tradisinya. Demikian juga dengan peserta kunjungan yang ingin menuliskan cerita, membuat video dan foto&nbsp; kegiatan. Hasil&nbsp; karya mereka bisa dituangkan di website Bale Bengong atau web&nbsp;Melalui.id.&nbsp; Sehingga Balebengong&nbsp; memiliki&nbsp; konten dari sumbangan kegiatan tersebut. Sementara bagi warga desa, mereka memperoleh&nbsp; manfaat diperkenalkannya potensi obyek wisata baru, yang mungkin sebelumnya tak dikenal dikenal. “Juga pembelajaran bagi warga dalam mengelola potensi wisata desanya,” ujar&nbsp; Iin Valentine, jurnalis Balebengong pengelola program tersebut.&nbsp;Dalam program IMA ini,&nbsp; Balebengong memilih 2 desa yakni, desa Mengani di Kintamani Bangli dan desa Les di Kecamatan Tejakula, Buleleng sebagai pilot projek mereka. Desa Mengani&nbsp; diusulkan karena potensinya sebagai desa penghasil kopi. Sedang Desa Les diusulkan karena potensinya sebagai desa yang memiliki panorama segara di gunung, selain produksi&nbsp; gula juruh,&nbsp; madu dan arak Bali.Pertimbangan Bale Bengong menggarap proyek ini didasari pertimbangan tingginya minat turis untuk menikmati wisata berbasis&nbsp; kearifan lokal dan keinginan melihat Bali dari sisi berbeda.Juga kurangnya&nbsp; pengembangan wisata itu, mendorong Balebengong lalu mengembangkan model tersebut. Dengan kegiatan itu Balebengong telah memfasilitasi wisata alternatif di Bali. Juga mempertemukan profil -profil unik di desa, sekaligus memberdayakan potensi jurnalisme warga untuk mengembangkan wisata di desanya.&nbsp;&nbsp;Dari kegiatan itu menurut Iin, Bale Bengong dapat memperoleh 3-4 artikel yang dikirim warga maupun turis yang<center><figure class="image image_resized" style="width:32.26%;"><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/bale_Bengong2_2270199f9d.png" alt="baleBengong2.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_bale_Bengong2_2270199f9d.png 234w" sizes="100vw" width="600"></figure></center>mengikuti kegiataan serta konten berupa foto dan video. Dari kegiatan itu mereka bisa mengumpulkan&nbsp; pendapatan&nbsp; dari margin&nbsp; sekitar 10 persen yang akan di share berbagai pihak, seperti warga yang terlibat, lembaga yang ikut serta dan tentu saja Balebengong.Konsep perjalanan &nbsp; mendokumentasian wisata dan budaya ini dianggap memiliki prospek dan diminati touris pada perjalananwirata yang mengandung nilai kearifan lokal dan tek biasa ini. Bahkan masyarakat desa setempat yang antusias untuk mengelolanya dan mendesain rute sendiri kunjungan,. Balebengong tinggal mengatur sistem&nbsp; dan tiketnya&nbsp; serta&nbsp; promosinya melalui website yang telah dibuat.&nbsp; Sehingga mereka&nbsp; lihat&nbsp; model bisnis ini memiliki prospek yang&nbsp; baik untuk dikembangkan.<center><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/bale_img_9e986b28d1.png" alt="bale-img.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_bale_img_9e986b28d1.png 245w,https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_bale_img_9e986b28d1.png 500w,https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/medium_bale_img_9e986b28d1.png 750w,https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/large_bale_img_9e986b28d1.png 1000w," sizes="100vw" width="1000px"></center>Foto: Perjalanan Melali ke Desa Mangani dan desa Les.

Balebengong.id merancang program Melali ke Desa, sebuah bisnis media dengan turisme desa. Program ini dilakukan dengan mengajari jurnalisme warga dan mengajak warga dan turis mengunjungi desa-desa baru.

Bale Bengong

trustTv.png

<h3>Live Streaming Menjadi Andalan Bisnis Trust TV</h3>Berangkat dari&nbsp; nasib yang sama , di PHK dari pekerjaannya sebagai koresponden televisi nasional, tiga orang Qodriansyah Agam Sofyan, Andri&nbsp; dan Muhammad Basri bersepakat membentuk media online berbasis broadcast,&nbsp; bernama Trust TV, pada 2020.Alasan mereka memilih mendirikan televisi, karena latar belakang dan pengetahuan mereka berasal dari dunia yang sama, jurnalis media televisi. Agam sebagai produser televisi&nbsp; Inews di Makassar,&nbsp; Andri mantan koresponden Kompas TV, seentara Basri berasal dari TV lokasil Celebess TV mereka senasib tergerus pemangkasan karyawan yang dilakukan perusahaan media mereka.&nbsp; Harapannya dengan pembentukan itu mereka bisa berkembang&nbsp; seperti halnya Watchdog milik Dandhy Laksono, Narasi miliki Najwa atau seperti RAN TV milik Raffi Ahmad.Mengapa mengusung konsep ini karena embrio mereka berasal dari media televisi. Ilmu pengetahuan yang mereka miliki , banyak mengadopsi dari media pertelevisian. Pertimbangannya, agar bisa menyalurkan ilmu pengetahuan mereka selama ini di audio visual. Selain itu juga&nbsp; karena&nbsp; melihat realita publik Makassar dan Sulawesi Selatan, mereka banyak menonton konten video.Selama ini kegiatan Trust TV hanya dijalankan 3 orang pendirinya, mereka belum berani untuk mengembangan&nbsp; peroenel yang ada. Konten diisi secara mandiri dari hasil liputan mereka, tanpa adanya pemberian gaji. Gaji diberikan berdasarkan per proyek. Jika ada proyek pembuatan video iklan dan sebagainya mereka&nbsp; bisa&nbsp; menyisihkan sebagian untuk tenaga.<figure class="image"><img alt="trustTv1.jpg" src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/trust_Tv1_35df15ca56.jpg" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_trust_Tv1_35df15ca56.jpg 245w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_trust_Tv1_35df15ca56.jpg 500w" sizes="100vw" width="500"></figure>Untuk bertahan mereka mendekati beberapa instansi untuk menawarkan kerjasama pembuatan&nbsp; iklan dan dengan modal telepon genggam dan kamera yang mereka miliki mencoba membuat konten.&nbsp; Proyek dari instansi kerap meminta lembaganya memiliki badan hukum&nbsp; dan dari dana pinjaman dibuatlah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas.Konten itu selain ditayangkan di website mereka juga tayangkan hasil liputan mereka ke medsos , seperti Youtube dan instagram dengan diberi label&nbsp; Trust TV. Dari sana mereka berharap menangguk pendapatan. Namun diakui pendapat dari sana belum seberapa, awalnya fokus di liputan tentang kriminal , kendati penonton&nbsp; banyak ternyata belum juga menghasilkan pendapatan. Sejak saat mereka mengikuti banyak kegiatan seminar&nbsp; dan pelatihan, mereka mulai memfokuskan pada isu wanita, disabilitas dan inklusi.&nbsp; Termasuk saat mengikuti program Independent Media Accelerator mereka mengusulkan liputan video dengan tema perempuan, anak perempuan dan&nbsp; disabilitas. Dalam program itu mereka mengajukan&nbsp; pembuatan 15 video liputan dengan tema besar “Titik Balik Isu Anak, Perempuan dan Disabilitas”.Mengatasi keterbatasan tenaga sekaligus mereka mengerahkan sukarelawan dari berbagai latar seperti mahasiswa, organisasi masyarakat&nbsp; dan Lembaga swadaya.&nbsp; Mereka diberi kesempatan mengikuti pelantikan soal jurnalistik juga&nbsp; soal broadcasting dengan memanfaatkan sumber daya berupa telepon genggam yang mereka miliki.Dari peserta pelatihan itu mereka akan diseleksi ide liputan dan kemampuan melakukan&nbsp; liputan . Dari mereka dipilih 15 peserta yang lolos akan diminta mengerjakan liputannya. Mereka akan dan melakukan liputan secara tandem bersama&nbsp; crew Trust TV yang sudah mahir melakukan liputan. Hingga&nbsp; pelaporan itu mereka berhasil menghasilkan 10 video&nbsp; liputan tentang perempuan , anak dan disabilitas. Video yang dihasilkan antara lain, Secangkir Kopi dari Teman Tuli,&nbsp; Seni Tari Teman Tuli, Guru Perempuan Mengajar di Tempat Sampah, Resiko Perkawinan Usia Anak, Perempuan Penjaga Laut dengan Mangrove, Pembangunan Belum Ramah Disabilitas, dan Dari Pungut Sampah Bisa Beli Alat Tulis,Bermodalkan beberapa video karya ini,&nbsp; semakin percaya diri mengajukan kerjasama ke sejumlah instansi. Untuk mempertahankan sustainable medianya mereka berencana menawarkan kerjasama&nbsp; memproduksi Live Streaming. Alasannya program tersebut mudah digarap, tidak membutuhkan sarana&nbsp; dan sumberdaya yang banyak,&nbsp; selain dibutuhkan banyak instansi..&nbsp;<figure class="table" style="width:100%;"><table class="ck-table-resized"><colgroup><col style="width:46.48%;"><col style="width:53.52%;"></colgroup><tbody><tr><td><figure class="image image_resized" style="width:75%;"><img alt="trustTv2.jpg" src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/trust_Tv2_f91fabb77d.jpg" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_trust_Tv2_f91fabb77d.jpg 245w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_trust_Tv2_f91fabb77d.jpg 500w" sizes="100vw" width="500"></figure></td><td><figure class="image image_resized" style="width:64.37%;"><img alt="trustTv3.jpg" src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/trust_Tv3_13eb477d9f.jpg" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_trust_Tv3_13eb477d9f.jpg 245w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_trust_Tv3_13eb477d9f.jpg 500w" sizes="100vw" width="500"></figure></td></tr></tbody></table></figure>Foto:: Kegiatan Pelatihan Calon reporter TrustTV

Trust TV berfokus pada isu kriminal, isu wanita, disabilitas, dan inklusi. Berkolaborasi dengan instansi untuk pembuatan iklan dan membuat badan hukum PT. Fokus pada isu inklusi setelah mengikuti Independent Media Accelerator.

Trust TV

jurnalisKomik.png

<h3 style="text-align:justify;">Cara Asik Penyampaian Berita Ala Jurnalis Komik</h3>Berangkat dari kejenuhan membaca berita- berita&nbsp; media yang ada saat ini, Muhammad Hasbi&nbsp; &nbsp; merintis media alternatif Jurnalis Komik. Sesuai namanya Jurnalis Komik,&nbsp; bukanlah media yang laporannya disusun dengan narasi dan teks. Media ini tak sepenuhnya mengandalkan cerita atau narasi dengan teks, tetapi informasi disampaikan dengan gambar dan komik.“Saat itu awal berkembang media online, berita yang disajikan sepotong -sepotong&nbsp; mengandalkan&nbsp;Clickbait, cerita atau informasi yang disampai juga tak tuntas. Ia menilai berita yang ada membosankan dan tidak menarik.Dari kejenuhan itu saya berfikir&nbsp; membuat media ala komik, yang juga bisa dibaca secara tuntas” tutur Hasbi soal awalnya membuat Jurnalis Komik.Eksperimen&nbsp; awalnya, saat dia melakukan tugas liputan kejadian penggusuran di Jakarta, saat ia masih sebagai pers Mahasiswa. Ia iseng iseng membuat materi berita itu dalam bentuk komik. Ketika di share ke teman temannya responnya positif, sejak itu ia mulai mengembangkan penyampaian berita&nbsp; dengan komik.Setelah kelar dari pers mahasiswa ia mulai merintis pembentukan Jurnalis Komik. Awalnya proyek itu digarapnya seorang diri, dan masih dalam bentuk zin bukan media online. Karyanya dipublikasikan dalam bentuk lembaran fotokopi dan disebarluaskan ke teman-teman dan komunitas pencinta Komik. Sampai ia merasa mantap dikembangkan ke media online.&nbsp;Konsep pembentukan media Jurnalis Komik itu &nbsp; karena ingin memberikan bacaan alternatif dari media yang ada. Jurnalis Komik menurut Hasbi memang terinspirasi dari komik Yusako, yang menyampaikan berita tentang perang&nbsp; Palestina&nbsp; yang dikemas dengan komik. Namun ternyata&nbsp; respon&nbsp; teman teman cukup baik. Apalagi media komik memiliki&nbsp; sejumlah keunggulan selain tidak&nbsp; membosankan, enak dibaca juga memiliki kekuatan terutama di ‘balon katanya, sebab di sana bisa digunakan untuk menyampaikan human interest. “ Apalagi saat itu sedang ramai-ramainya soal infografik Tirto .id” tambahnya.Komik juga dianggap sebagai medium yang tepat, dan komik dianggap bisa menjangkau semua umur. Komik juga bisa dipakai untuk menyampaikan permasalahan yang njelimet dan memusingkan dengan sederhana. Jadi komik bisa membuat pembacanya bisa paham&nbsp; dengan lebih baik dan singkat.&nbsp;&nbsp;Menurutnya memang ada stigma di masyarakat terutama di Indonesia yang masih menganggap remeh komik, karena dianggap bacaan anak-anak. “Kita ingin buktikan,&nbsp; bisa loh komik dijadikan sarana untuk menyampaikan persoalan -persoalan berat dan rumit dan bisa dibaca siapapun bukan hanya anak-anak,” tuturnya mantap.&nbsp;Dalam sajian medianya itu, Hasbi&nbsp; mengambil jenis komik fiksi dan komik jurnalisme. Untuk program Independent Media Accelerator, Hasbi mengusulkan&nbsp; mengangkat tema tentang &nbsp; sampah di lautan. Alasannya tema tersebut telah lama dipersiapkan pihaknya. Ia juga telah menghitung langkah&nbsp; langkah apa yang akan dilakukan dengan usul tersebut. Termasuk dengan program kampanye dan lain lain. Alasan lainnya, selama ini isu tentang sampah di lautan tidak menjadi perhatian media umum. Disisi lain perhatian publik Indonesia yang notabene tinggal di daratan, isu kemaritiman&nbsp; belum juga&nbsp; familiar. “Untuk itu kita ingin menggugah perhatian masyarakat tentang isu ini” tuturnya.<center><figure class="image"><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/jurnalis_Komik1_1a9bfe1f2c.jpg" alt="jurnalisKomik1.jpg" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_jurnalis_Komik1_1a9bfe1f2c.jpg 245w, https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_jurnalis_Komik1_1a9bfe1f2c.jpg 500w" sizes="100vw" width="500"></figure></center>Bentuk kegiatan yang dilakukan Jurnalis Komik dalam program, selain menerbitkan berita utama tentang sampah laut dalam beberapa seri ia juga melengkapi kegiatan lainnya dengan kampanye dan engagement ke publik dengan menggelar pameran di sejumlah kafe di sekitar Bandung. Selain itu mereka juga memproduksi sejumlah souvenir, seperti kaos . stiker dan poster yang digunakan untuk mencari dana. Antusias masyarakat atas pameran itu cukubaik, daro 5 kafe yang digunakan pameran sebagian mendapatkan kunjungan membludak, berbagai kalangan hadir untuk melihat pameran yang menyatu dengan ruangan kafe. Bahkan beberapa kafe ingin&nbsp; memperpanjang pameran itu di tempatnya. Karena dengan adanya pameran, kunjungan pelanggan ke cafe nya meningkat.Sementara dari dampak dari mengikuti program Hasbi, merasa mendapat berbagai manfaat selain menambah jejaring, pengetahuannya tentang media semakin luas. Apalagi di IMA mereka diberikan pengetahuan tentang kualitas jurnalisme, pengetahuan tentang bagai transformasi media dan pengetahuan tentang model bisnis media.&nbsp;Terpenting lagi&nbsp; dengan program ini, pihaknya bisa memiliki portofolio dan pengalaman&nbsp; mengorganisasi kerja media. “ Yang menjadi modal penting bagi kami” ujarnya.&nbsp;&nbsp;&nbsp;<center><img src="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/img_komik_237275ddee.png" alt="img-komik.png" srcset="https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/thumbnail_img_komik_237275ddee.png 207w,https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/small_img_komik_237275ddee.png 500w,https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/medium_img_komik_237275ddee.png 750w,https://tempoinstitute.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/large_img_komik_237275ddee.png 1000w," sizes="100vw" width="1000px"></center>Foto: Pameran Jurnalis Komik di salah satu cafe di Bandung

Muhammad Hasbi memulai Jurnalis Komik sebagai media alternatif karena kebosanan dengan berita media saat ini yang terkesan membosan dan tidak menarik. Informasi disampaikan dengan menggunakan gambar dan komik bukan narasi dan teks.

Accelerating Independent Media Growth through Training, Mentoring, and Empowerment

Satu kegiatan akselerator untuk mempercepat pertumbuhan media-media independen dari berbagai platform digital.

Media Peserta Fellowship

Fase Kegiatan

Fase Pemilihan

Fase Training

Fase Coaching